Tuesday, June 10, 2014

CERPEN SWASTISOED - Melodi Cinta Metalhead


Melodi Cinta Metalhead

            Senja telah pulang kini adzan maghrib pun berkumandang. Maghrib adalah waktu yang sangat kusuka. Dimana aku dan umat muslim lainnya menghadapNya. Seperti biasa aku berangkat menuju masjid untuk menunaikan ibadah dan ku lihat di barisan depan seorang imam lebih muda seperti Mahesa teman kerjaku melafalkan niat solat tak seperti biasa. Ibadah begitu terasa cepat ketika hati begitu tulus dan ikhlas menjalankanya.
            Para jemaah pun kembali ke rumah masing-masing. Ku lipat rukuh dan sajadahku dan bergegas pulang. Dari belakang seorang pemuda tak asing sepertinya musisi rocker menabrakku. “Maaf mbak, saya buru-buru.” ujarnya. “Tadi yang menabrak seperti Mahesa tapi, bukannya dia mengenakan baju koko  dan sarung namun, itu kok hanya kaos oblong hitam.”
Malam ini begitu indah dengan berjuta cahaya bintang berpencar tiada bergandengan tanpa pendamping bagiku. Radio di rumah mengusik kesepian aku hanya melamun menunggu kedatangan sahabatku Yayas. Kami hadir kembali untuk pecinta musik keras. Mari anggukan kepalamu dan saksikanlah, parade band di taman Puri Sari Sabtu, 24 Mei 2014 pukul 8 malam. Tiket merakyat bung! Media Muda, 20 Mei 2014.
“Yas, pick gitarku kemana ya?” tanyaku seraya mengubrak-abrik majalah di meja.
“Nih, ayo kita telat latihan ini” ujar Yayas memberikan pick gitar kesayanganku. Yayas, drummer band Strong Of Dark, sahabat, dan temen satu bandku. Ya walau kita berdua cewek, kita terkenal dengan anak rocker. Pakaian hitam, aksesoris hitam, semua hitam kecuali badan, badan kita putih beda dengan musisi lainnya karena kebanyakan cowok.
Suara radio di ruang tamu tak terdengar lagi, mobil kita melaju ke studio musik seperti biasa mobil Yayas tapi aku yang nyetir. “Yas, tadi acara yang dipubliskasikan di Media Muda tanggal berapa?”
“Eh, make up aku luntur gak?” tanya Yayas tak menghiraukan pertanyaanku.
“Idih, balik nanya gak jelas. Mau latihan aja pakai make up segala. Udah cantik kamu Yas” jawabku ketus.
Alunan distorsi musik keras dari radio mobil mengiringi perjalanan menuju studio musik. Aku Dahranna, dibalik kemuslimanku, aku seorang guru SD di pagi hari dan di malam hari seorang musisi band cukup terkenal. Aku sangat menyukai musik keras seperti musik metal, terutama old school metal seperti Slayer, Sepultura dan Obituary. Hampir setiap album dari grup band itu aku miliki walau tidak komplit semuanya.
Aku mulai menyukainya saat aku mulai beranjak remaja. Meskipun banyak orang menggangap musik metal adalah musik setan dan banyak menyebabkan sifat orang menjadi brutal, aku tetap menyukainya. Sebenarnya mereka itu kurang tepat medefinisikan metal itu bagaimana.
 Mereka melihatnya dari segi negatifnya padahal banyak sekali sisi positif yang dapat dicontoh. Musik metal bukanlah seperti yang mereka pikirkan. Metal itu adalah mengajarkan tentang apa yang harus kita perbuat melalui cara yang berbeda. Selain itu aku juga menyukai musik rock terlebih pada grup musik yang mengandalkan tema sosial, moral dan ajakan keluar dari aturan yang mengengkang kebebasan seperti Rancid, The Casualties serta Sex Pistols.
Bagiku musik adalah racun sekaligus obat penenang saat ada masalah menumpuk di sekolah. Sebuah tantangan hebat bagiku di dunia pendidikan dan musik. Di satu sisi ku harus menjalani profesi yang sangat santun namun, di sisi lain ku adalah gitaris musik keras.
Sukses belum menjamin kebahagiaanku. Usiaku kini telah menginjak angka 27 tahun. Angka yang sudah maksimal bagi wanita untuk menikah. Namun, belum ada lelaki yang dapat mengambil hatiku.
“Ranna, lagi ngelamunin apa?”
“Eh, kamu Sa, kagak ngalamun deh.. Oya aku besuk pinjam rencana pembelajaranmu ya.. untuk referensi..”
“Siap bu, pulang jam rapa?”
“Sebentar lagi, ini nunggu Yayas lagi di kamar mandi”
“Yaudah aku pulang dulu, sampai ketemu di sekolah Dahrenna.”
“Oke pak,” ujarku. Mahesa lelaki 2 tahun lebih tua dari aku itu adalah teman seperjuanganku sejak SD hingga menjadi guru dan kini dia sama sepertiku seorang gitaris. Dua puluh tahun bersama menjadi teman, Mahesa selalu mencari kesempatan berdua denganku namun, entah kenapa aku tak bisa membuka hati untuknya.
Pukul sebelas malam, aku dan Yayas bergegas pulang. Bagaimana lagi untuk mencari uang di negeri ini sangat susah kalau tidak berusaha apalagi pekerjaan tetapku hanya sebagai guru honorer. Gaji yang lumayan untuk kebutuhan pribadi satu orang.
Hari-hariku terlalu monoton apakah aku sudah merasakan kebosanan hidup seorang diri. Padahal bila ku menilik lebih jauh menjadi seorang istri yang bekerja akan lebih tidak nyaman. Ah, mungkin aku harus lebih bersyukur akan hidup ini.
“Ranna, kenapa kamu tak menikahi Mahesa saja, dia baik kan dia sangat mencintaimu pula” ujar Yayas seraya meminum secangkir kopi penghapus kantuk di minggu pagi.
“Kalau dia mencintaiku kenapa dia tak pernah menyatakannya, hanya mengikuti kegiatanku selalu. Aku membencinya Yas, karena dia yang diangkat menjadi PNS bukan aku dan harusnya itu aku.”
“Rejeki orang kan berbeda-beda. Oya nih undangan pernikahanku...Aku tak mau terlalu tua menjadi wanita sebatang kara”
“Kamu menghinaku ya...” ucapku dengan manyun.
Mungkinkah benar Mahesa adalah jodohku. Aku tak ingin meminta lebih untuk kesempurnaan jodohku asal dia tidak pernah mengekangku saja. Siang ini kata Ibu, anak temannya akan melamarku. Siti Nurbaya kah ini haruskah aku menerima perjodohan bagaimana dengan Mahesa. Apa yang akan dia rasakan kalau tahu aku akan dilamar sesorang. Hari ini menjelang acara lamaran aku berpakaian lebih rapi tak seperti pakaianku sehari-hari.
“Assalamualaikum”. Beberapa orang di depan rumahku mengucapkan salam.
“Waalaikumsalam”.
Semua orang berkumpul,  seorang pemuda tak kukenal mengutarakan maksud dan tujuannya. Dia, Bayu seorang pegawai pemerintahan. Mendapat seorang yang mapan adalah anugrah bagi wanita yang dapat disyukuri. Namun, satu yang mengganjal dibenakku hingga ku menunda acara penerimaan lamaran tersebut. Bayu menginginkan ku tidak lagi bekerja menjadi guru dan menjauhi dunia musik kerasku. Alasan itu membuatku ingin berfikir lebih matang harus atau tidak harus.
Sepulang Bayu dan keluarganya, Mahesa datang ke rumah dan menyatakan cintanya. Ternyata seorang Mahesa menyukaiku sejak SD dan mulai mencintaiku sejak SMA. “Kenapa kamu tak pernah menyatakannya sebelum ini Sa, kamu kan tahu aku bukan wanita yang suka pilih-pilih.”
“Aku belum siap Ranna, dulu aku belum mempunyai penghasilan dan aku pun tidak ingin membebani ke dua orang tuaku.”
“Terlambat Sa, aku sudah dilamar orang.” Ujarku seraya berdiri dan meninggalkannya. Aku tipe wanita yang tidak ingin menyakiti orang, walau aku suka musik keras dan katanya musik keras identik dengan kekerasan, penindasan dan sebagainya.
Sebulan kemudian di sekolah tak kulihat Mahesa di ruang guru atau pun di kelasnya. Ku berfikir apa mungkin dia keluar dari pekerjaannya karena yang aku tahu dia berkerja karena aku dan waktu kemarin-kemarin aku selalu menghindarinya. Mengapa jadi seperti kehilangan. Waktu berjalan begitu lama, siang ini matahari begitu panas. Anak-anak muridku hanya menambah kesal bila mengobrol sendiri di kelas. Bel pulang sekolah berbunyi setelah merapikan buku di kantor segera kutancap gas mobilku ke rumah Yayas.
Yayas sebagai ibu rumah tangga sekarang kurasa dia bahagia. Yayas mempunyai lelaki yang sama dengan hobinya bermain musik. Kini mereka pun memiliki studio musik bersama. Apa aku tidak bisa seperti mereka bahagia pasti yang kurasakan. Tapi Bayu, aku hanya menghela nafas.
“Bagaimana lamaranmu dengan Bayu, Rann” tanya Yayas mengawali percakapan di rumahnya.
“Bingung Yas, sekarang aku merasa sangat kehilangan Mahesa.”
“Begitu? Kamu mencintainya sekarang? Sekarang ini adalah konflikmu dengan hatimu. Oya, Aku sudah tidak mendengar kabar Mahesa di studio kita biasa nongkrong. Kata suamiku bandnya akan tour keliling kota selama seminggu ini”
“Terus bagaimana pekerjaannya?”
“Ya, mana ku tahu Ranna, kan kamu yang satu sekolah”
Aku hanya diam mengangguk, merasakan kehilangan yang berlebih. Aku tahu ini salahku yang tidak pernah memandang kebaikan dan ketulusannya. Di bawah langit temaram,aku begitu merindukan sosok Mahesa.
TO BE CON. .  .

No comments: