“Kita liburan bareng yuk, kangen nih bareng-bareng sama
kalian” ungkapku kepada sahabat-sahabatku ketika mampir di kos si Mun. Ya,
selama setengah tahun sudah aku tidak lagi satu kelas dengan ke 6 sahabatku.
Mereka adalah Osy, Shofa, Mun, Kuma, Reza dan Zidni. Kelas D PGSD merupakan
awal kita semua bertemu, entah apa, siapa, dan dimana serta kapan itu kita
semua memulai persahabatan itu sehingga menjadikan kita 7 bersama. Curhat, susah,
sedih, marah dan tawa bahagia pernah kita lalui bersama.
“Uhm, guys
besok selasa ke rumahku ya, kita makan-makan...” ajak Mun si bos kita.
“Kita kan
ada kuliah bro..” jawab Osy.
“Aku juga
Mun ada kuliah di kelas B” ujar aku menambahi.
“Alaah...
bolos sehari saja deh guys... kapan lagi coba... shof ajak kakak juga ya..”
ajak si bos kita lagi.
“Okelah
siap aku ikut..” jawab ku. Gelak tawa kita pun mengisi ruang tamu di tempat kos
mungil Mun. Kami semua setuju dengan ajakan Mun. Sebenarnya acara makan-makan
untuk apa aku tidak paham dan mengurus yang penting aku berkumpul dengan semua
sahabatku. Rindu ini sungguh menggelitik.
Selasa, 3
Juni 2014
Guys aku
tunggu di rumah ya.
Hati-hati
di jalan.
Sebuah sms
dari Mun menyambut senyum simpul di bibirku. Aku pun mngendarai sepeda motorku
menuju kampus. Kuliah seni rupa pukul tujuh pagi, untung dosennya baik dan aku
juga berstatus sebagai komting kelas seni, jadi santai saja. Tiba di kelas
ternyata Reza dan Zidni tidak ada. Mereka masih molor, dasar cowok. Ya, khusus
kelas seni rupa aku bisa satu kelas dengan Reza dan Zidni.
Pukul 9
kami semua berkumpul di tempat makan rames seperti biasa kecuali Mun yang sudah
di rumah dan Kuma yang tidak bisa ikut. Walaupun sudah berbeda kelas dan jarang
bertemu mereka semua ternyata canda tawa kita masih sama. Selalu saja
memojokkan aku dengan Zidni. Benar rasa sahabat dan cinta itu berbeda biarlah
takdir yang menentukan. Sebenarnya ada rasa sedih meninggalkan mereka semua
untuk pindah kelas. Entah kenapa aku ingin satu kelas dengan sepupuku Ayurada.
Alhamdulillah aku diterima di kelas B. Bahagia bisa mengenal keluarga kelas B,
mereka semua baik padaku.
Selesai
makan kami langsung menuju ke Batangan bersama. Tiga sepeda motor melaju dengan
kecepatan tinggi. Perasaan bahagia
menyelimuti hati dan pikiran kami khususnya diriku pribadi. Jarang-jarang aku
bisa bersama mereka karena jam kuliah berbeda. Ketika aku kosong mereka kuliah
dan sebaliknya.
Perjalanan
panas tidak kami hiraukan. Memasuki daerah Pati kami menambah kecepatan laju
kendaraan. Hingga kami harus berhenti karena ada beberapa polisi menghentikan
motor kami. Yes tilangan.
Sepeda
motor dengan plat Kudus harus diperiksa kelengkapan suratnya. Berbeda dengan
Zidni yang menggunakan motor plat Pati. Alhamdulillah lengkap ayo jalan. Namun,
motor si Zidni yang paling belakang berhenti.
“Mbul!
Ngapain berhenti ayo jalan.” teriak Reza.
“Biar
diperiksa dulu. Tapi, kok kita dicuekin ya Jo..” ujar Zidni.
“Halaah,
ayo lanjut ah...” teriak Reza lagi.
Kami
berenam pun melanjutkan perjalanan di bawah sinar matahari yang menyengat.
Dengan kecepatan tinggi akhirnya kami sampai di daerah Batangan, Pati. Melewati
sawah dan memasuki sebuah dusun. Suara gamelan dan sinden yang berkombinasi
memeriahkan sengatan matahari di depan rumah Mun.
Kami pun berjalan
memasuki halaman melewati beberapa orang berjualan makanan minuman dan disambut
oleh keluarga Mun. Bersamaan dengan waktu yang terus berjalan kami berbagi
canda tawa bersama sambil menikmati aneka ragam makanan.
“Sebenarnya
aku bingung ini acara makan-makan apa sih?” bisikku kepada Shofa dan Osy.
Kak VJ yang
mendengar langsung berucap “Lamarannya mas Reza toh Swas, hahaha”. Kami pun
tertawa gengges semua kecuali Mun dan Reza. Setelah Sholat berjamaah dan makan
siang bersama, aku bertanya lagi ini itu acara makan-makan dari kegiatan apa.
Perasaan ulang tahun Mun itu akhir tahun dan dia pun masa iya dilamar. Namun,
ketika aku bertanya lagi mereka semua tertawa lagi.
Melihat aku
yang bete diantara tawa para monster, Mun pun mengawali jawabannya dengan
sebuah kalimat “Ini itu acara sedekah bumi swas, kamu sih gak tinggal di
desa...Yaudah yuk ketopraknya hampir dimulai guys cabut ke luar rumah.”
“Iya sih, Ayo..ayo..” ujarku seraya berdiri
dan menuju ke teras rumah Mun bersama teman-teman.
Di antara
alunan sinden yang bersenandung dengan sejuknya tiupan angin yang berlari kecil
kami duduk santai di atas tikar melepas penat dan menyaksikan ketoprak.
Ketropak ini mengangkat salah satu cerita kesunan-an di Kudus. Dengan
menggunakan bahasa Jawa yang ketal para lakon ketropak bermain sangat dinamis.
“Cass, kamu
kok bisa ketawa...aku tidak faham ceritanya mereka ngomong apa sih?” tanya Osy
kepadaku.
“Hahaha gak
tau..” jawabku padat.
“Ah kalian
wong Jowo gak njowoni” teriak kak VJ.
Kami pun
semua tertawa. Matahari yang terlalu girang memancarkan cahayanya seakan
meredup mengikuti gelak tawa kami hingga menyejukkan suasana. Angin pun mengikuti
nada tertawa kami. Kami semua terhanyut dalam rotasi waktu yang berseduh kopi
hangat. Inikah kentalnya pertemanan hingga hari senja akan hadir esok.
Adzan Ashar
berkumandang para lakon ketroprak silih berganti hingga menutupnya tirai
panggung ketropak. Tidak kami sia-siakan, kamipun berfoto dengan lakon
ketropak. Hari semakin sore, waktu memanggil para tamu untuk segera pulang.
Pukul 4 sore kami bergegas menuju Kudus. Hari yang hebat mendapat mata kuliah
sedekah bumi.
No comments:
Post a Comment