Wednesday, June 11, 2014

CERPEN SWASTISOED - KULIAH SEDEKAH BUMI

            “Kita liburan bareng yuk, kangen nih bareng-bareng sama kalian” ungkapku kepada sahabat-sahabatku ketika mampir di kos si Mun. Ya, selama setengah tahun sudah aku tidak lagi satu kelas dengan ke 6 sahabatku. Mereka adalah Osy, Shofa, Mun, Kuma, Reza dan Zidni. Kelas D PGSD merupakan awal kita semua bertemu, entah apa, siapa, dan dimana serta kapan itu kita semua memulai persahabatan itu sehingga menjadikan kita 7 bersama. Curhat, susah, sedih, marah dan tawa bahagia pernah kita lalui bersama.

“Uhm, guys besok selasa ke rumahku ya, kita makan-makan...” ajak Mun si bos kita.
“Kita kan ada kuliah bro..” jawab Osy.
“Aku juga Mun ada kuliah di kelas B” ujar aku menambahi.
“Alaah... bolos sehari saja deh guys... kapan lagi coba... shof ajak kakak juga ya..” ajak si bos kita lagi.
“Okelah siap aku ikut..” jawab ku. Gelak tawa kita pun mengisi ruang tamu di tempat kos mungil Mun. Kami semua setuju dengan ajakan Mun. Sebenarnya acara makan-makan untuk apa aku tidak paham dan mengurus yang penting aku berkumpul dengan semua sahabatku. Rindu ini sungguh menggelitik.
Selasa, 3 Juni 2014
Guys aku tunggu di rumah ya.
Hati-hati di jalan.
Sebuah sms dari Mun menyambut senyum simpul di bibirku. Aku pun mngendarai sepeda motorku menuju kampus. Kuliah seni rupa pukul tujuh pagi, untung dosennya baik dan aku juga berstatus sebagai komting kelas seni, jadi santai saja. Tiba di kelas ternyata Reza dan Zidni tidak ada. Mereka masih molor, dasar cowok. Ya, khusus kelas seni rupa aku bisa satu kelas dengan Reza dan Zidni.
Pukul 9 kami semua berkumpul di tempat makan rames seperti biasa kecuali Mun yang sudah di rumah dan Kuma yang tidak bisa ikut. Walaupun sudah berbeda kelas dan jarang bertemu mereka semua ternyata canda tawa kita masih sama. Selalu saja memojokkan aku dengan Zidni. Benar rasa sahabat dan cinta itu berbeda biarlah takdir yang menentukan. Sebenarnya ada rasa sedih meninggalkan mereka semua untuk pindah kelas. Entah kenapa aku ingin satu kelas dengan sepupuku Ayurada. Alhamdulillah aku diterima di kelas B. Bahagia bisa mengenal keluarga kelas B, mereka semua baik padaku.  
Selesai makan kami langsung menuju ke Batangan bersama. Tiga sepeda motor melaju dengan kecepatan tinggi.  Perasaan bahagia menyelimuti hati dan pikiran kami khususnya diriku pribadi. Jarang-jarang aku bisa bersama mereka karena jam kuliah berbeda. Ketika aku kosong mereka kuliah dan sebaliknya.
Perjalanan panas tidak kami hiraukan. Memasuki daerah Pati kami menambah kecepatan laju kendaraan. Hingga kami harus berhenti karena ada beberapa polisi menghentikan motor kami. Yes tilangan.
Sepeda motor dengan plat Kudus harus diperiksa kelengkapan suratnya. Berbeda dengan Zidni yang menggunakan motor plat Pati. Alhamdulillah lengkap ayo jalan. Namun, motor si Zidni yang paling belakang berhenti.
“Mbul! Ngapain berhenti ayo jalan.” teriak Reza.
“Biar diperiksa dulu. Tapi, kok kita dicuekin ya Jo..” ujar Zidni.
“Halaah, ayo lanjut ah...” teriak Reza lagi.
Kami berenam pun melanjutkan perjalanan di bawah sinar matahari yang menyengat. Dengan kecepatan tinggi akhirnya kami sampai di daerah Batangan, Pati. Melewati sawah dan memasuki sebuah dusun. Suara gamelan dan sinden yang berkombinasi memeriahkan sengatan matahari di depan rumah Mun.
Kami pun berjalan memasuki halaman melewati beberapa orang berjualan makanan minuman dan disambut oleh keluarga Mun. Bersamaan dengan waktu yang terus berjalan kami berbagi canda tawa bersama sambil menikmati aneka ragam makanan.
“Sebenarnya aku bingung ini acara makan-makan apa sih?” bisikku kepada Shofa dan Osy.
Kak VJ yang mendengar langsung berucap “Lamarannya mas Reza toh Swas, hahaha”. Kami pun tertawa gengges semua kecuali Mun dan Reza. Setelah Sholat berjamaah dan makan siang bersama, aku bertanya lagi ini itu acara makan-makan dari kegiatan apa. Perasaan ulang tahun Mun itu akhir tahun dan dia pun masa iya dilamar. Namun, ketika aku bertanya lagi mereka semua tertawa lagi.
Melihat aku yang bete diantara tawa para monster, Mun pun mengawali jawabannya dengan sebuah kalimat “Ini itu acara sedekah bumi swas, kamu sih gak tinggal di desa...Yaudah yuk ketopraknya hampir dimulai guys cabut ke luar rumah.”
 “Iya sih, Ayo..ayo..” ujarku seraya berdiri dan menuju ke teras rumah Mun bersama teman-teman.
Di antara alunan sinden yang bersenandung dengan sejuknya tiupan angin yang berlari kecil kami duduk santai di atas tikar melepas penat dan menyaksikan ketoprak. Ketropak ini mengangkat salah satu cerita kesunan-an di Kudus. Dengan menggunakan bahasa Jawa yang ketal para lakon ketropak bermain sangat dinamis.
“Cass, kamu kok bisa ketawa...aku tidak faham ceritanya mereka ngomong apa sih?” tanya Osy kepadaku.
“Hahaha gak tau..” jawabku padat.
“Ah kalian wong Jowo gak njowoni” teriak kak VJ.
Kami pun semua tertawa. Matahari yang terlalu girang memancarkan cahayanya seakan meredup mengikuti gelak tawa kami hingga menyejukkan suasana. Angin pun mengikuti nada tertawa kami. Kami semua terhanyut dalam rotasi waktu yang berseduh kopi hangat. Inikah kentalnya pertemanan hingga hari senja akan hadir esok.
Adzan Ashar berkumandang para lakon ketroprak silih berganti hingga menutupnya tirai panggung ketropak. Tidak kami sia-siakan, kamipun berfoto dengan lakon ketropak. Hari semakin sore, waktu memanggil para tamu untuk segera pulang. Pukul 4 sore kami bergegas menuju Kudus. Hari yang hebat mendapat mata kuliah sedekah bumi.



No comments: