Kota Kudus
merupakan tempat yang tak luput dari penyebaran agama Islam, dan menjadi salah
satu tempat yang didiami oleh para wali untuk menyebarkan agamaIislam. Dengan
ajaran-ajaran dan keteladanan yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadist. Selain
pemuka agama Islam yang telah berhasil meningkatkan kualitas bangsa melalui
jalur kebudayaan yaitu Sunan Kudus dan Sunan Muria, ada juga Sunan Kedu.
Makam Sunan Kedu yang terletak di Desa Gribik ini
memang tidak terkenal seperti Sunan Kudus dan Sunan Muria yang sama-sama ada di
Kudus. Namun Sunan Kedu juga mempunyai andil besar dalam peneyebaran agama
Islam khususnya di kota Kudus ini. Banyak orang yang tidak mengetahui
keberadaan Sunan Kedu, meskipun mereka berdomisili di Kudus.
Terdapat
beberapa versi mengenai Sejarah awal mula
Sunan Kedu berada di Kudus. Menurut penuturan mbah Munjaenah(65), istri
almarhum mbah Masturi (mantan juru kunci makam Sunan Kedu). Sunan Kedu berasal
dari daerah Magelang. Sampai di Kudus, Sunan Kedu bertemu dengan putra Sunan
Kudus yang tidak bisa disebutkan namanya, mereka beradu ayam jago. Sunan Kedu
kalah kemudian berguru kepada Kyai Telingsing.
Kyai Telingsing
sendiri adalah seorang tokoh dari Cina yang turut menyebarkan agama islam di
Kudus dan merupakan guru Sunan Kudus. Perjalanan Sunan Kedu di Kudus mewariskan
desa-desa diantaranya desa Prambatan, Desa Pereng dan yang menjadi lokasi makam
Sunan Kedu yaitu Desa Gribik.
Versi kedua
didapat dari Mbah Din (100), sesepuh desa Gribik. Sunan Kedu mempunyi nama asli
Syeh Abdul Basir. Sunan Kedu datang ke Kudus menggunakan kendaraan tampah (alat
pembersih padi yang terbuat dari anyaman bambu). Sunan Kadu jatuh didaerah mbah
Nyai Ngerak yang kemudian menjadi istrinya.
Berbeda dengan
mbah Munjaenah, mbah Din bercerita, Sunan Kedu datang ke Kudus untuk menemui
sahabatnya Sunan Kudus. Mereka bermain adu ayam jago. Ayam jago milik Sunan
Kedu merupakan jelmaan dari palu ( alat pemukul yang terbuat dari kayu yang
kuat ). Sedangkan ayam jago milik Sunan Kudus jelmaan dari besi. Karena itu,
ayam Sunan Kedu dikalahkan oleh ayam Sunan Kudus.
Tidak berbeda
jauh dari mbah Din, bapak Dzajuli selaku salah satu panitia pengurus acara di
makam Sunan Kedu menuturkan. Sunan Kedu adalah Syeh Abdul Basir putra dari
Sunan Makukuhan di daerah Kedu, Magelang. Sunan Kedu ke Kudus untuk menemui
sahabatnya Sunan Kudus. Kepada Sunan Kudus, Sunan Kedu mengadukan permasalahan
yang dihadapinya. Masalah tersebut adalah keinginan menikah dengan perempuan
yang masih terikat saudara dengan orang tua, namun tidak mendapat persetujuan.
Tidak bisa dijelaskan pasti apakah Sunan Kedu sudah menikah atau belum. Konon,
wanita yang dimaksud adalah Dewi Larasati.
Pada tahun 60an,
diceritakan Dewi Larasati pergi ke Kudus untuk menemui Sunan Kedu. Belum sempat bertemu, Dewi Larasati sudah
meninggal dan dimakamkan di daerah gribik tepatnya di areal pabrik Djarum.
Dengan naik tampah, Sunan Kedu pertama sampai di Kudus, di daerah pasar jember,
jatuh diatas kubangan air. Sunan Kedu melanjutkan perjalanan menuju ke arah
selatan yang sekarang menjadi desa Prambatan. Berjalan kearah timur di daerah
Betekan. Sunan Kedu mensucikan diri dan tempat Sunan Kedu mensucikan diri,
menjadi daerah dengan nama Sucen.
Banyak pendapat
mengenai keberadaan Syeh Abdul Basir atau Sunan Kedu di Kudus. Menurut pendapat
sesepuh desa, Sunan. Pendapat lain mengatakan, Sunan Kedu adalah Ki Ageng
Gribik, sosok yang pertama kali babat (membersihkan) hutan dan kemudian menamai
tempat tersebut dengan nama Gribik yang sekarang menjadi Desa Gribik.
Sunan Kedu
menikah dan tinggal di Desa Gribik. Keseharian Sunan Kedu adalah seorang
Petani. Sunan Kedu merupakan ahli di bidang pertanian. Tanaman yang ditanamnya
selalu tumbuh subur dan membuahkan hasil yang luar biasa. Disamping
ketekunannya dalam bertani, Sunan Kedu mempunyai kebiasaan istirahat setiap
kali masuk waktu sholat. Perihal tersebut tentu dianggap aneh oleh penduduk
sekitar yang pada masa itu masih memeluk agama Hindhu. Penduduk yag sejak awal
dibuat kagum dengan hasil panen Sunan Kedu yang selalu baik, lama kelamaan menjadi
penasaran dengan apa yang dilakukan Sunan Kedu di waktu-waktu tertentu ( Sunan
Kedu melaksanakan sholat).
Pada kesempatan
itulah Sunan Kedu mengajarkan kepada penduduk tentang ajaran agama islam. Agama
yang membawa keberkahan dan kebaikan bagi pemeluknya. Sunan Kedu menjadi salah
satu pembawa ajaran agama islam di Kudus. Pada masa itu pula kudus mengalami
peningkatan dalam sektor pertanian. Khususnya tanaman tembakau. Tembakau hasil
tanaman Sunan Kedu diakui menjadi tembakau terbaik di dunia. Sunan Kudus
kemudian mengajak bekerjasama dalam sektor ekonomi yang menyangkut bidang
pertanian dan perdagangan.
Sedikit yang
bisa didapat dari silsilah Sunan Kedu. Seorang Informan mengatakan, Sunan Kedu
memiliki tiga orang anak. Satu diantaranya bernama Raden Hadiwijoyo (dimakamkan
diareal masjid wali Gribik bersama anak dan istrinya). Tepatnya disebelah
barat, belakang masjid wali gribik. Tidak dapat diceritakan bagaimana Sunan
Kedu meninggal.
Sejak
meninggalnya Sunan Kedu, belum ada yang berani menceritakan bagaimana silsilah
Sunan Kedu. Beberapa tahun silam, seorang tokoh (tidak disebutkan nama) pernah
berjanji akan menceritakan bagaimana seluk beluk dan silsilah Sunan Kedu pada
acara buka luwur. Namun sebelum sempat cerita itu disampaikan, tokoh tersebut meninggal
dunia.
Makam Sunan Kedu
berada di sekitar orang-orang terdekatnya yaitu istri dan dua orang anak. Makam
juru bicara Sunan Kedu yang diketahui bernama Mbah Junaedi tepat berada
disebelah timur makam Sunan Kedu (terdapat cungkup / luwur). Serta makam Mbah
Giri.
Prosesi buka
luwur (penggantian kain mori penutup makam) makam Sunan Kedu dilaksanakan
setahun sekali tepatnya pada malam tiga belas suro. Pelaksanaan buka luwur
makam Sunan Kedu dilaksanakan tepat setelah buka luwur makam Sunan Kudus. Dalam
acara buka luwur, hewan qurban disembelih kemudian dikonsumsi oleh siapa saja
yang berkenan. Hewan qurban biasanya berupa kambing yang merupakan sodaqoh dari
warga sekitar. Sedangkan sumbangan rutin dari pabrik djarum adalah satu ekor
kerbau.
Dalam kiprahnya
sebagai salah satu penyebar agama islam di Kudus khusunya di desa Gribik
kecamatan Gebog. Sunan Kedu mendirikan masjid sebagai tempat peribadahan yang
sampai sekarang disebut masjid wali. Masjid wali berdiri kokoh sekitar 200
meter sebelah selatan makam. Masjid wali selain digunakan untuk tempat
beribadah, masjid ini digunakan masarakat desa Gribik untuk melaksanakan
kegiatan keagaamaan misalnya pengajian akbar.
Mbah Ngapinah,
orang yang tinggal di sekitar berdirinya masjid wali menambahkan, masjid wali
didirikan Sunan Kedu dan Mbah Giri. Tidak bisa dijelaskan siapa sebenarnya
Giri. Menurut cerita dari dulu, Mbah Giri adalah orang terdekat Sunan Kedu
selain Mbah Junaedi.
Batu kenong yang terletak di arah barat daya masjid
wali desa Gribik. Batu dengan ciri-ciri besar dan terdapat lubang dibagian
tengah ini terletak di bawah kumpulan pohon bambu. Sampai sekarang, tidak ada
yang tahu kenapa batu itu dinamai batu kenong. Konon, batu itu jika dipukul
akan menghasilkan bunyi seperti gamelan. Menurut penuturan bapak Dzajuli, batu
kenong pernah digunakan orang untuk semedi (bediam diri). Beliau menambahkan,
orang-orang yang melakukan hal tersebut bukan orang sembarangan. Hanya yang
dianugrahi kelebihan dari Allah yang mampu melakukannya. Karena, orang-orang
tersebut dipercaya dapat berkomunikasi langsung dengan Sunan Kedu. Tapi tidak
pernah ada yang berani menceritakan siapa Sunan Kedu sesungguhnya.
Tempat wudhu
semasa hidupnya. Penduduk sekitar menyebutnya dengan istilah belik. Berada kira-kira 100 meter
disebelah timur makam Sunan Kedu. Air belik yang terus mengalir dari akar pohon
bambu ini dianggap memiliki kemaslahatan bagi penduduk sekitar. Air dari belik
ini dipercaya penduduk sekitar dapat menyembuhkan penyakit kulit. Sumur
peninggalan Sunan Kedu. Sumur yang sudah lama ditutup itu terletak di depan
sebelah utara masjid wali gribik. Sampai sekarang, sumur tersebut masih
digunakan untuk memenuhi kebutuhan air di masjid wali gribik.
Dalam
nilai karakter budaya folklor Sunan Kedu yang dapat diaplikasikan ke dalam
kepribadian seorang guru adalah
- Nilai Toleransi,
bahwasannya kita sebagai guru harus memiliki sikap dan kepribadian toleran
terhadap anak didik, sesama guru dan masyarakat seperti halnya toleransi yang
dimiliki sunan kedu ketika menyebarkan agama islam di daerah jember, dimana
beliau memiliki toleransi terhadap masyarakat yang memiliki perbedaan keyakinan
(antara masyarakat yang beragama islam dengan masyarakat yang beragama hindu).
- Nilai religius, sebagai
guru adalah kewajiban untuk memiliki sikap religius seperti Berdoa
sebelum dan sesudah pelajaran, memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk
melaksanakan ibadah, Shodaqoh/ amal, seperti halnya masyarakat Gribik
yang melaksanakan ibadah.
- Nilai peduli sosial, ketika
acara buka luwur masyarakat diharuskan bershodaqoh. Tentunya kita sebagai guru
harus mampu menanamkan nilai peduli sosial kepada peserta didik misalnya
menjenguk teman yang sedang sakit atau memberikan bantuan kepada peserta didik
yang kurang mampu.
- Nilai disiplin bahwasannya
kita sebagai guru harus disiplin dalam beribadah, berkehidupan masyarakat dan
tentunya ketika bekerja di sekolah. Seperti sunan Kedu yang tidak lupa
melaksanakan solat 5 waktu tepat pada waktunya padahal beliau masih bercocok
tanam di siang hari.