Thursday, June 7, 2012

ARTIKEL SWASTISOED - KISAH SUNAN KEDU DI DAERAH KUDUS



Kota Kudus merupakan tempat yang tak luput dari penyebaran agama Islam, dan menjadi salah satu tempat yang didiami oleh para wali untuk menyebarkan agamaIislam. Dengan ajaran-ajaran dan keteladanan yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadist. Selain pemuka agama Islam yang telah berhasil meningkatkan kualitas bangsa melalui jalur kebudayaan yaitu Sunan Kudus dan Sunan Muria, ada juga Sunan Kedu.
Makam Sunan Kedu yang terletak di Desa Gribik ini memang tidak terkenal seperti Sunan Kudus dan Sunan Muria yang sama-sama ada di Kudus. Namun Sunan Kedu juga mempunyai andil besar dalam peneyebaran agama Islam khususnya di kota Kudus ini. Banyak orang yang tidak mengetahui keberadaan Sunan Kedu, meskipun mereka berdomisili di Kudus.
 
Terdapat beberapa versi mengenai Sejarah awal mula  Sunan Kedu berada di Kudus. Menurut penuturan mbah Munjaenah(65), istri almarhum mbah Masturi (mantan juru kunci makam Sunan Kedu). Sunan Kedu berasal dari daerah Magelang. Sampai di Kudus, Sunan Kedu bertemu dengan putra Sunan Kudus yang tidak bisa disebutkan namanya, mereka beradu ayam jago. Sunan Kedu kalah kemudian berguru kepada Kyai Telingsing.
Kyai Telingsing sendiri adalah seorang tokoh dari Cina yang turut menyebarkan agama islam di Kudus dan merupakan guru Sunan Kudus. Perjalanan Sunan Kedu di Kudus mewariskan desa-desa diantaranya desa Prambatan, Desa Pereng dan yang menjadi lokasi makam Sunan Kedu yaitu Desa Gribik.
Versi kedua didapat dari Mbah Din (100), sesepuh desa Gribik. Sunan Kedu mempunyi nama asli Syeh Abdul Basir. Sunan Kedu datang ke Kudus menggunakan kendaraan tampah (alat pembersih padi yang terbuat dari anyaman bambu). Sunan Kadu jatuh didaerah mbah Nyai Ngerak yang kemudian menjadi istrinya.
Berbeda dengan mbah Munjaenah, mbah Din bercerita, Sunan Kedu datang ke Kudus untuk menemui sahabatnya Sunan Kudus. Mereka bermain adu ayam jago. Ayam jago milik Sunan Kedu merupakan jelmaan dari palu ( alat pemukul yang terbuat dari kayu yang kuat ). Sedangkan ayam jago milik Sunan Kudus jelmaan dari besi. Karena itu, ayam Sunan Kedu dikalahkan oleh ayam Sunan Kudus.
Tidak berbeda jauh dari mbah Din, bapak Dzajuli selaku salah satu panitia pengurus acara di makam Sunan Kedu menuturkan. Sunan Kedu adalah Syeh Abdul Basir putra dari Sunan Makukuhan di daerah Kedu, Magelang. Sunan Kedu ke Kudus untuk menemui sahabatnya Sunan Kudus. Kepada Sunan Kudus, Sunan Kedu mengadukan permasalahan yang dihadapinya. Masalah tersebut adalah keinginan menikah dengan perempuan yang masih terikat saudara dengan orang tua, namun tidak mendapat persetujuan. Tidak bisa dijelaskan pasti apakah Sunan Kedu sudah menikah atau belum. Konon, wanita yang dimaksud adalah Dewi Larasati.
Pada tahun 60an, diceritakan Dewi Larasati pergi ke Kudus untuk menemui Sunan Kedu.  Belum sempat bertemu, Dewi Larasati sudah meninggal dan dimakamkan di daerah gribik tepatnya di areal pabrik Djarum. Dengan naik tampah, Sunan Kedu pertama sampai di Kudus, di daerah pasar jember, jatuh diatas kubangan air. Sunan Kedu melanjutkan perjalanan menuju ke arah selatan yang sekarang menjadi desa Prambatan. Berjalan kearah timur di daerah Betekan. Sunan Kedu mensucikan diri dan tempat Sunan Kedu mensucikan diri, menjadi daerah dengan nama Sucen.
Banyak pendapat mengenai keberadaan Syeh Abdul Basir atau Sunan Kedu di Kudus. Menurut pendapat sesepuh desa, Sunan. Pendapat lain mengatakan, Sunan Kedu adalah Ki Ageng Gribik, sosok yang pertama kali babat (membersihkan) hutan dan kemudian menamai tempat tersebut dengan nama Gribik yang sekarang menjadi Desa Gribik.
Sunan Kedu menikah dan tinggal di Desa Gribik. Keseharian Sunan Kedu adalah seorang Petani. Sunan Kedu merupakan ahli di bidang pertanian. Tanaman yang ditanamnya selalu tumbuh subur dan membuahkan hasil yang luar biasa. Disamping ketekunannya dalam bertani, Sunan Kedu mempunyai kebiasaan istirahat setiap kali masuk waktu sholat. Perihal tersebut tentu dianggap aneh oleh penduduk sekitar yang pada masa itu masih memeluk agama Hindhu. Penduduk yag sejak awal dibuat kagum dengan hasil panen Sunan Kedu yang selalu baik, lama kelamaan menjadi penasaran dengan apa yang dilakukan Sunan Kedu di waktu-waktu tertentu ( Sunan Kedu melaksanakan sholat).
Pada kesempatan itulah Sunan Kedu mengajarkan kepada penduduk tentang ajaran agama islam. Agama yang membawa keberkahan dan kebaikan bagi pemeluknya. Sunan Kedu menjadi salah satu pembawa ajaran agama islam di Kudus. Pada masa itu pula kudus mengalami peningkatan dalam sektor pertanian. Khususnya tanaman tembakau. Tembakau hasil tanaman Sunan Kedu diakui menjadi tembakau terbaik di dunia. Sunan Kudus kemudian mengajak bekerjasama dalam sektor ekonomi yang menyangkut bidang pertanian dan perdagangan.
Sedikit yang bisa didapat dari silsilah Sunan Kedu. Seorang Informan mengatakan, Sunan Kedu memiliki tiga orang anak. Satu diantaranya bernama Raden Hadiwijoyo (dimakamkan diareal masjid wali Gribik bersama anak dan istrinya). Tepatnya disebelah barat, belakang masjid wali gribik. Tidak dapat diceritakan bagaimana Sunan Kedu meninggal.
Sejak meninggalnya Sunan Kedu, belum ada yang berani menceritakan bagaimana silsilah Sunan Kedu. Beberapa tahun silam, seorang tokoh (tidak disebutkan nama) pernah berjanji akan menceritakan bagaimana seluk beluk dan silsilah Sunan Kedu pada acara buka luwur. Namun sebelum sempat cerita itu disampaikan, tokoh tersebut meninggal dunia.
Makam Sunan Kedu berada di sekitar orang-orang terdekatnya yaitu istri dan dua orang anak. Makam juru bicara Sunan Kedu yang diketahui bernama Mbah Junaedi tepat berada disebelah timur makam Sunan Kedu (terdapat cungkup / luwur). Serta makam Mbah Giri.
Prosesi buka luwur (penggantian kain mori penutup makam) makam Sunan Kedu dilaksanakan setahun sekali tepatnya pada malam tiga belas suro. Pelaksanaan buka luwur makam Sunan Kedu dilaksanakan tepat setelah buka luwur makam Sunan Kudus. Dalam acara buka luwur, hewan qurban disembelih kemudian dikonsumsi oleh siapa saja yang berkenan. Hewan qurban biasanya berupa kambing yang merupakan sodaqoh dari warga sekitar. Sedangkan sumbangan rutin dari pabrik djarum adalah satu ekor kerbau. 
Dalam kiprahnya sebagai salah satu penyebar agama islam di Kudus khusunya di desa Gribik kecamatan Gebog. Sunan Kedu mendirikan masjid sebagai tempat peribadahan yang sampai sekarang disebut masjid wali. Masjid wali berdiri kokoh sekitar 200 meter sebelah selatan makam. Masjid wali selain digunakan untuk tempat beribadah, masjid ini digunakan masarakat desa Gribik untuk melaksanakan kegiatan keagaamaan misalnya pengajian akbar.
Mbah Ngapinah, orang yang tinggal di sekitar berdirinya masjid wali menambahkan, masjid wali didirikan Sunan Kedu dan Mbah Giri. Tidak bisa dijelaskan siapa sebenarnya Giri. Menurut cerita dari dulu, Mbah Giri adalah orang terdekat Sunan Kedu selain Mbah Junaedi.
Batu kenong yang terletak di arah barat daya masjid wali desa Gribik. Batu dengan ciri-ciri besar dan terdapat lubang dibagian tengah ini terletak di bawah kumpulan pohon bambu. Sampai sekarang, tidak ada yang tahu kenapa batu itu dinamai batu kenong. Konon, batu itu jika dipukul akan menghasilkan bunyi seperti gamelan. Menurut penuturan bapak Dzajuli, batu kenong pernah digunakan orang untuk semedi (bediam diri). Beliau menambahkan, orang-orang yang melakukan hal tersebut bukan orang sembarangan. Hanya yang dianugrahi kelebihan dari Allah yang mampu melakukannya. Karena, orang-orang tersebut dipercaya dapat berkomunikasi langsung dengan Sunan Kedu. Tapi tidak pernah ada yang berani menceritakan siapa Sunan Kedu sesungguhnya.
 
Tempat wudhu semasa hidupnya. Penduduk sekitar menyebutnya dengan istilah belik. Berada kira-kira 100 meter disebelah timur makam Sunan Kedu. Air belik yang terus mengalir dari akar pohon bambu ini dianggap memiliki kemaslahatan bagi penduduk sekitar. Air dari belik ini dipercaya penduduk sekitar dapat menyembuhkan penyakit kulit. Sumur peninggalan Sunan Kedu. Sumur yang sudah lama ditutup itu terletak di depan sebelah utara masjid wali gribik. Sampai sekarang, sumur tersebut masih digunakan untuk memenuhi kebutuhan air di masjid wali gribik.

Dalam nilai karakter budaya folklor Sunan Kedu yang dapat diaplikasikan ke dalam kepribadian seorang guru adalah

  1. Nilai Toleransi, bahwasannya kita sebagai guru harus memiliki sikap dan kepribadian toleran terhadap anak didik, sesama guru dan masyarakat seperti halnya toleransi yang dimiliki sunan kedu ketika menyebarkan agama islam di daerah jember, dimana beliau memiliki toleransi terhadap masyarakat yang memiliki perbedaan keyakinan (antara masyarakat yang beragama islam dengan masyarakat yang beragama hindu).
  2. Nilai religius, sebagai guru adalah kewajiban untuk memiliki sikap religius seperti Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah, Shodaqoh/ amal, seperti halnya masyarakat Gribik yang melaksanakan ibadah.
  3. Nilai peduli sosial, ketika acara buka luwur masyarakat diharuskan bershodaqoh. Tentunya kita sebagai guru harus mampu menanamkan nilai peduli sosial kepada peserta didik misalnya menjenguk teman yang sedang sakit atau memberikan bantuan kepada peserta didik yang kurang mampu.
  4. Nilai disiplin bahwasannya kita sebagai guru harus disiplin dalam beribadah, berkehidupan masyarakat dan tentunya ketika bekerja di sekolah. Seperti sunan Kedu yang tidak lupa melaksanakan solat 5 waktu tepat pada waktunya padahal beliau masih bercocok tanam di siang hari.